Kamis, 24 Juni 2010

DED Desa Serui PAPUA

SPAM IKK

Rabu, 16 Juni 2010

TERNAK LELE

Kamis, 03 Juni 2010

Pengolahan Tanah Yang Baik


Tabel 1. Produksi umbi kering tujuh varietas bawang merah pada dua musim tanam " off season’ (di luar musim)
Varietas
Berat Umbi Kering (ton/ha)
Agustus 1995Januari 1996
ProbolinggoBulelengProbolinggoBuleleng
Kuning
BaliIjo
Sumenep
Bima
Philiphine
Ampenan
Bauji
4.3
4.9
2.4
5.2
6.1
4.5
4.0
4.27
7.02
4.38
6.78
8.05
5.14
4.55
7.5
9.1
5.5
8.3
7.9
6.5
9.7
7.76
12.1
7.73
8.69
8.47
8.48
9.05
Sumber : BPTP Karangploso - Malang
Cara Pengolahan Tanah yang Baik
Pengelolaan tanaman yang dimulai sejak pengolahan tanah hingga penanaman harus disesuaikan dengan musim tanamnya. Di Kabupaten Nganjuk, petani menanam bawang merah dengan bedengan baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Biasanya bedengan yang digunakan pada musim kemarau di dibuat tidak terlalu tinggi. Sementara di Pamekasan Madura, penanaman bawang merah pada musim kemarau tidak dalam bentuk bedengan tetapi langsung pada lahan bekas padi- sawah dan pengairan menggunakan sistem leb, sedangkan pada musim penghujan baru menggunakan bedengan namun tidak terlalu tinggi. Akibatnya penggenangan air hujan tidak dapat mengalir dengan lancar sehingga mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Cara yang terbaik untuk penanaman pada musim kemarau maupun musim penghujan adalah menggunakan bedengan dengan kondisi tanah sudah diolah hingga gembur. Tinggi bedengan dimusim kemarau sebaiknya menggunakan 20 cm sedangkan di musim hujan menggunakan tinggi bedengan 50 cm.
Bibit yang siap ditanam adalah bibit yang sudah disimpan selama 2-3 bulan. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 15 x 20 cm. Umbi ditanam dengan cara dibenamkan 2/3 bagian umbi dan selanjutnya jerami kering diatur secara merata di atas bedengan menutupi umbi dengan ketebalan sekitar 5 cm. Pembakaran dilaksanakan segera setelah penanaman dengan kondisi udara cerah dan angin cukup kencang supaya jerami cepat terbakar. Sekitar 3 menit jerami akan habis terbakar sedangkan umbi bawang merah sudah cukup hangat. Pembakaran ini berfungsi menghangatkan umbi bawang merah sehingga mempercepat pertumbuhan tunas dan 2 hari setelah pembakaran (2 hari setelah tanam) tunas baru muncul serempak. Selain itu pembakaran jerami berfungsi mematikan biji-biji gulma sehingga dapat mengurangi pertumbuhan gulma sampai 2 minggu setelah tanam dan abu dari jerami juga akan menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Keuntungan lain dari penggunaan jerami dibakar yaitu mengurangi tenaga kerja untuk pemotongan umbi (bibit), tanpa penggunaan herbisida dapat mengurangi biaya produksi.
Perlu diperhatikan pula bahwa teknologi pembakaran jerami (damen) setelah tanam akan bermanfaat bila dilakukan di lokasi yang irigasinya tidak banyak tergenang / mengandung biji-biji gulma.

Pemupukan yang Efisien
Petani bawang merah cenderung untuk menggunakan pupuk secara berlebihan yaitu ZA 1600 Kg/ha, KCl 500 Kg/ha, SP-36 400 Kg/ha yang diberikan pada umur 10, 20,30,dan 40 hst. Pemupukan berat dikhawatirkan dapat menimbulkan kekahatan unsur hara. Kebutuhan pupuk untuk setiap jenis tanaman berbeda tergantung pada tingkat kesuburan tanahnya. Tindakan pemupukan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman, terlebih lagi apabila suplai hara dalam tanah tidak mencukupi. Oleh karena itu pemupukan yang tidak efisien malah akan meningkatkan biaya produksi. Dari hasil penelitian, penggunaan pupuk N yang berimbang dan pemanfataan pembakaran jerami dapat mengurangi kebutuhan pupuk N.
Pemupukan N untuk bawang merah pada musim kemarau maupun musim hujan dapat menggunakan kisaran dosis 150 kg sampai 200 N kg/ha yang berasal dari sepertiga bagian N Urea dan duapertiga N dari ZA serta 150 kg KCl ha yang diberikan 7 hari sebelum tanam.
Varietas Bauji yang ditanam pada musim penghujan lebih tanggap terhadap pemupukan karena dengan dosis N yang cukup tinggi (250 kg/ha) varietas tersebut masih menghasilkan produksi yang baik. Sedangkan varietas Philiphine yang ditanam pada musim penghujan (cara petani) produksinya sangat rendah karena tidak tahan terhadap serangan penyakit dan tanaman mudah rebah serta daun mudah londot (lunak berair) bila terkena hujan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Petani umumnya menggunakan pestisida yang berlebihan. Padahal hal ini tidak akan memecahkan masalah, bahkan masalah yang timbul bertambah kompleks. Untuk menanggulangi masalah serangan hama dan penyakit yang semakin berat saat penanaman di luar musim serta mengurangi biaya produksi dapat dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Adapun kegiatan pengendalian hama dan penyakit terpadu ini dilakukan berdasarkan pemantauan :
Waktu pemantauan dimulai sejak tanaman bawang merah berumur 7 hst dan diulang setiap 2 kali/minggu. Jumlah tanaman contoh 10 rumpun per 0,2 ha yang ditentukan secara sistematis. Waktu aplikasi insektisida efektif bila ditemukan 5% kerusakan pertanaman contoh. Selain itu dapat menggunakan perangkap dan Sex feromon yang dapat menangkap serangga jantan. Setiap 1 ha dapat dipasang sekitar perangkap yang dapat menggunakan botol plastik dengan memasukkan satu tangkaiSex feromon dalam botol plastik. Setiap seminggu sekali Sex feromon diganti dengan yang baru.
Gejala serangan ulat bawang ditandai dengan bercak putih transparan pada daun, karena daging daunnya dimakan. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memusnahkan telur dan larvanya. Bila kerusakan tanaman lebih dari 7 % perlu disemprot dengan Insektisida efektif seperti Turex WP. Penyemprotan bisa dilakukan 2 kali seminggu pada waktu pagi hari tergantung kondisi hamanya.
Gejala serangan Thrips ditandai dengan adanya bercak putih pada daun. Pada serangan hebat seluruh areal pertanaman berwarna putih dan akhirnya tanaman mati. Serangan hebat terjadi pada suhu udara rata-rata di atas normal dan kelembaban lebih dari 70%. Pengendalian Thrips dapat dilakukan dengan menggunakan Insektisida Winder 100EC.
Serangan penyakit bercak ungu atau trotol (Altenaria porii) yang menyerang bawang merah bisa dikendalikan dengan Kocide 54WDG. Untuk menanggulangi penyakit tersebut dilakukan penyemprotan setelah turun hujan. Adapun gejala serangan layu Fusarium ditandai dengan tanaman kurus kekuningan dan busuk pangkal. Tanaman yang terserang dicabut dan dimusnahkan.
Guna mengurangi spora penyakit ini yang menempel pada daun. Bila kerusakan lebih dari 10% maka dapat dilakukan penyemprotan menggunakan Fungisida anjuran seperti Kocide 54WDG.
Untuk mengendalikan hama dan penyakit selain menggunakan pestisida juga perlu dilakukan waktu penanaman yang serempak, sanitasi terhadap sisa-sisa tanaman terserang hama atau penyakit dengan membakar atau mengubur tanaman yang sakit dalam tanah, perbaikan sistem drainase dan penggunaan umbi bibit yang bebas penyakit.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mengatasi fluktuasi pasokan bawang merah di pasaran, upaya pemenuhan komoditas tersebut dengan menanam di luar musim merupakan suatu langkah yang positif. Namun, perlu adanya pertimbangan yang cukup matang dalam melakukan budidaya tersebut di luar musim. Hal ini berkaitan dengan besarnya resiko yang akan dihadapi sebagai akibat kurangnya daya dukung lingkungan di luar musim.
(Baswarsiati dan Siti Nurbanah, BPTP Karangploso-Malang)
halaman [ 1 ] [ 2 ]

Siasati Permintaan Bawang Merah dengan Menanam di Luar Musim

Masih teringat dalam benak kita beberapa waktu yang lalu petani bawang merah di beberapa sentra produksi terutama di Brebes membiarkan begitu saja tanamannya tidak dipanen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sengaja membuang dan menggilas hasil panenannya di jalan-jalan raya. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan rasa kecewa dan kejengkelan mereka atas anjloknya harga bawang merah di pasaran. Harga yang anjlok tersebut sangat tidak rasional karena bukan saja tidak menutup biaya produksi malah mengalami kerugian total. Padahal saat itu produksi bawang merah cukup berhasil. Teknologi budidaya yang tepat yang meliputi teknik penanaman yang tepat, pemupukan efisien serta pengendalian hama penyakit terpadu merupakan kunci keberhasilan usaha bawang merah di luar musim Keadaan ini sangat berbeda dengan setahun sebelumnya (saat-saat krisis moneter) dimana para petani bawang justru meraup keuntungan berlipat dengan naiknya harga di tingkat petani sampai Rp. 7.000,-/ kg. Tidak mengherankan bila saat itu ada beberapa petani yang menjuluki tahun krismon tersebut merupakan kepanjangan dari krisis montor, artinya saking besarnya keuntungan, sehingga hampir semua petani ingin membeli sepeda motor akibatnya dealer kehabisan stok motor maupun mobil. Meskipun bawang merah (Allium cepa) bukan sebagai komoditas paling utama , namun kini bawang merah telah mempunyai arti strategis karena mampu memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi petani, selain itu juga peran komoditas ini adalah sebagai bahan rempah/penyedap masakan. Seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya komoditas tersebut sebagai kebutuhan rempah sehari-hari, permintaan akan bawang merah pun semakin lama semakin tinggi. Berdasarkan hal itulah upaya pemenuhan permintaan bawang merah harus terus ditingkatkan. Mencermati keadaan fluktuasi harga yang terjadi merupakan imbas dari fluktuasi pasokan bawang merah di pasaran. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran dimana bila jumlah barang banyak, maka harga akan menurun dan sebaliknya bila stok barang berkurang atau sedikit harga akan naik. Keadaan seperti ini yang terkadang disa-lahgunakan oleh para spekulan yang akhirnya memberatkan kepada petani sebagai produsen maupun konsumen. Berdasarkan fluktuasi harga maupun fluktuasi pasokan yang terjadi pasaran, alangkah bijaksananya bila kita mampu memanfaatkan keadaan tersebut agar pasokan bawang merah bisa kontinyu sehingga tidak akan terjadi peningkatan maupun penurunan harga yang sangat drastis. Fluktuasi harga itu sendiri disebabkan oleh kurangnya kesi-nambungan produksi maupun pasokan bawang merah di pasaran. Akibatnya pasokan bawang merah hanya dapat terpenuhi pada saat-saat tertentu saja. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan bawang merah dan salah satu cara diantaranya adalah dengan menanam di luar musim. Tekhnologi budidaya bawang merah di luar musim sebenarnya sudah dikenal di tingkat petani. Namun hingga saat ini penerapan di tingkat petani belum begitu meluas. Hal ini disebabkan penanaman bawang merah di luar musim mengandung banyak resiko diantaranya : kegagalan panen sebagai akibat musim yang tidak kondusif, maupun sistem pola tanam yang tidak umum. Resiko kegagalan panen disebabkan lingkungan yang kurang kondusif yang akan menyebabkan tingginya tekanan penyakit sehingga berakhir pada kualitas maupun kuantitas hasil panen. Musim tanam utama bawang merah adalah pada Musim Kemarau (Mei-Juni) dan akhir musim penghujan untuk lahan beririgasi tekhnis. Pada beberapa sentra produksi bawang merah seperti di Nganjuk, Brebes, maupun Probolinggo penanaman bawang merah dapat dialakukan sepanjang tahun. Dengan memperhatikan agroklimat pada bulan di luar musim tanam, tentu saja budidaya bawang merah mengharuskan kita untuk lebih intensif karena kurangnya daya dukung lingkungan bagi pertumbuhan tanaman bawang merah. Meskipun demikian, untuk menjamin keberhasilan budidaya penanaman bawang merah di luar musim itu sendiri harus memperhatikan beberapa kriteria antara lain : Pemilihan varietas, Pengelolaan tanah yang sesuai, pemupukan yang efisien, drainase yang baik, pengendalian hama penyakit yang efektif serta pemeliharaan tanaman yang intensif. Pemilihan atau Penggunaan Varietas yang Sesuai Varietas bawang merah yang dianjurkan seperti Bima Brebes, Medan, Maja, Cipanas, Keling, Kuning Gombong, dan Sumenep kini sudah jarang diusahakan oleh petani. Saat ini petani lebih banyak menanam varietasPhiliphine, sementara varietas Bauji banyak diusahakan petani pada musim penghujan di daerah Nganjuk dan Kediri. Untuk menjamin keberhasilan penanaman di luar musim harus memperhatikan varietas yang ditanam dan kedalaman selokan Hasil percobaan adaptasi varietas bawang merah di berbagai musim tanam di Probolinggo dan Buleleng menunjukkan bahwa varietas Philiphine sesuai untuk di tanam di musim kemarau karena mampu berproduksi tinggi walaupun kurang tahan terhadap hama Spodoptera exigua. Sedangkan varietas Bauji sesuai untuk di tanam di musim penghujan karena cukup tahan terhadap serangan penyakit yang disebabkan Altenaria porii serta mempunyai daun yang lebih tebal sehingga daun tidak mudah rusak bila terkena air hujan. Produksi umbi kering dari adaptasi tujuh varietas bawang merah yang diuji pada dua musim tanam dapat dilihat pada Tabel 1. Intensitas serangan Spodoptera exigua dan Altenaria porii yang rendah terdapat pada varietas Sumenep. Meskipun demikian, varietas ini kurang disukai konsumen karena berumur panjang yaitu lebih dari 80 hari dan umbinya kecil serta warnannya kurang cerah walaupun sebenarnya memiliki rasa paling enak dan tidak lembek bila digoreng. Varietas Philiphine dan varietas Bauji sudah umum ditanam oleh petani sehingga saran dalam penggunaan varietas tersebut baik di musim hujan maupun musim kemarau tidak banyak mendapat hambatan karena bibitnya tersedia di penangkar bibit bawang merah. halaman [ 1 ] [ 2 ]

Teknik Penanaman Bawang

Keberhasilan usahatani bawang merah terutamaditentukan oleh kesesuaian agroekologi seperti kelembaban, tekstur, stuktur dan kesuburan tanah Saat tanam Musim tanam optimal pada akhir musim hujan, yaitu bulan Februari-April dan musim kemarau Mei-Juni, tetapi di daerah pusat produksi seperti di Sape, Wera dan Bumi Ayu sering ditemui pertanaman bawang merah tanpa mengenal musim. Untuk penanaman di luar musim hendaknya perlu diperhatikan pengendalian hama penyakit lebih cermat. Varietas Untuk mengurangi kerusakan oleh hama dan penyakit perlu ditanam varietas yang paling sesuai untuk musim tanam. Varietas yang sesuai untuk musim hujan adalah Bauji dan Sumenep Varietas yang sesuai untuk musim kemarau adalah Philipine dan Bima. Kini telah beredar varietas baru berumbi besar seperti Tuk-tuk dan Sembrani Pembibitan Persyaratan umbi yang dapat dipergunakan untuk bibit yang baik adalah : • Bibit sudah disimpan 3 bulan sejak panen • Diameter umbi sekitar 2 cm dan berat umbi 4-6 gram/umbi • Umbi bibit berwarna cerah, mengkilat, bernas/padat, tidak keropos dan tidak lunak. • Umbi bibit tidak terserang hama maupun penyakit Teknik untuk menghasilkan umbi bawang merah yang digunakan untuk bibit adalah : 1. Varietasnya diketahui dan bibitnya murni 2. Jarak tanam 15 cm x 15 cm 3. Umur panen lebih lama 10 hari dibandingkan panen bawang maerah untuk konsumsi 4. Sebelum umbi disimpan harus dikeringkan sampai kering mati. 5. Umbi dipilih dari tanaman yang kondisinya sehat, tidak terkena serangan hama penyakit, karena penyakit akan terbawa pada pertanaman berikutnya 6. Pada saat umbi bibit di penyimpanan dapat ditaburi fungisida seperti Dithane M-45 atau Antracol100 gram/100 kg umbi bibit untuk mencegah penyakit di penyimpanan. Pengolahan Tanah 1. Tanah dibajak atau dicangkul hingga kedalaman 25 cm sampai gembur dan dibiarkan kering 2. Setelah kering diolah lagi 2-3 kali hingga halus 3. Dibuat bedengan dengan ukuran tinggi bedengan pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Lebar parit : 50-60 cm sedangkan panjang bedengan disesuaikan panjang petakan 4. Pada lahan yang sedikit masam perlu diberi dolomit dengan dosis 1-1,5 t/ha, 2 minggu sebelum tanam. Pemberian pupuk dasar 10-15 t/ha pupuk kandang atau 3-4 t/ha kompos, SP36= 150-200 kg/ha disebar merata pada permukaan tanah pada 3-7 hari sebelum tanam Tanam 1. Pada saat tanam tanah harus lembab 2. Umbi yang akan ditanam harus dibersihkan, dibuang kulit yang kering atau bekas luka karena serangan hama 3. Untuk mengatasi masa dormansi bibit, ujung umbi dipotong ¼ bagian sebelum di tanam. 4. Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan 2/3 bagian umbi ke dalam tanah 5. Jarak tanam = 20 cm x 15 cm Pengairan 1. Pengairan diberikan menurut kebutuhan, agar kelembaban tanah tetap optimal untuk pertumbuhan tanaman 2. Pada musim kemarau, pengairan diberikan setiap hari 3. Periode kritis : saat pembentukan umbi membutuhkan air cukup, namun tanah tidak boleh teralu lembab dan becek 4. Pada tanah pasir yang drainasenya bagus cara pengairan dengan cara di”leb”. Tanah yang kurang bagus drainasenya pengairan diberikan dengan cara “disiram” Panen Umur panen tergantung varietas. Untuk varietas umur panjang seperti Sumenep, umur panen di dataran rendah 70-80 hari setelah tanam Pasca Panen Pelayuan Pelayuan dengan menggunakan alas bambu/widig di bawah sinar matahari selama 2-3 hari setelah panen atau sampai daun menjadi kering Pengeringan Pengeringan prosesnya sama, hanya waktunya lebih lama 7-14 hari atau juga bisa dengan cara menggantung diatas para-para dan dibalik tiap 2 hari. Pembersihan dan Sortasi Cara pembersihan dan sortasi adalah, ambil satu genggam daun umbi bawang merah menjadi satu umbi. Pisahkan tiap genggaman antara umbi yang baik dengan umbi yang jelek kemudian ikat menjadi satu menggunakan tali (satu gedeng(bhs Jawa)/satodo(bhs Bima)) dan hentakkan pelan-pelan untuk merontokkan kotoran diatas alas anyaman bambu. Ikat menjadi satu dua ikatan (dua satodo) menjadi satu ikatan besar (sanggampo bhs„Bima‟) agar mudah diletakkan diatas para-para. Disusun oleh : Muji Rahayu, Lia Hadiawati Dari berbagai Sumber Produksi FEATI 2010 Jumlah : 750 lembar BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) NTB Jl. Raya Peninjauan Narmada, NTB Telp. (0370) 671312, Fax (0370) 671620 e-mail : http://www.ntb.litbang.deptan.go.id DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANPERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA BARAT 2010

MUSIM TANAM KEDUA BAKAL BAGUS

Brebes, Kompas - Panen bawang merah pada musim tanam kedua tahun 2010 bakal memberikan hasil melimpah bagi petani bawang di Brebes, Jawa Tengah. Pasalnya, hujan mulai berkurang dan pasokan air untuk tanaman bawang melimpah. Berbeda dengan musim tanam bawang pertama pada awal tahun 2010. Pada saat itu hujan terus terjadi sehingga pertumbuhan tanaman bawang terganggu. Akibatnya, produktivitas rendah. ”Tanam kemarin saya rugi besar, puluhan juta. Bawang merah saya hanya laku ditebas (dibeli putus di ladang) Rp 7 juta,” ungkap Ahmad Nursalim (52), petani bawang warga Desa Klampok, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Jika kondisi iklim mendukung, seharusnya produktivitas bawang merah per bahu di atas 5 ton, bahkan ada yang lebih dari 10 ton. Namun, pada panen bawang Maret lalu hanya 1,5 ton. Pengalaman yang sama juga dialami Dasri. Bawang merahnya masih dibeli lebih tinggi, Rp 8 juta per bahu (6.000 meter persegi). Namun, Dasri tetap saja merugi. Pasalnya, biaya produksi Dasri lebih dari Rp 25 juta per bahu. ”Jangankan untung, menutup biaya produksi saja tidak. Tapi, mau bagaimana lagi, belum rezeki,” katanya menghibur diri. Meski pada musim tanam bawang pertama gagal, para petani saat ini yakin bahwa hasil panen bawang musim tanam kedua ini akan lebih baik. Angin selatan mulai tiba, hujan berkurang, dan pasokan air untuk kebutuhan tanaman bawang melimpah. Menanggapi banyak petani yang gagal panen akibat keliru memprediksi iklim, Kepala Laboratorium Klimatologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Rizaldi Boer menyatakan, sudah saatnya pemerintah mengembangkan asuransi iklim yang bisa memberikan jaminan ganti rugi pada saat petani gagal panen. Dengan asuransi iklim, petani dapat terlindung. Sambil program asuransi berjalan, pemerintah perlu membangun kemampuan petani menerjemahkan informasi prakiraan iklim pada tingkat lokal. Berdasarkan pengamatan, petani kini kian berani berspekulasi menanam bawang merah. Usaha budidaya tanaman bawang merah yang dulunya banyak dilakukan petani pada musim kemarau, yakni Juni-Agustus, sekarang sudah merata. Petani tidak lagi melihat iklim. Mereka berani berspekulasi karena tergoda keuntungan. Dibandingkan dengan menanam padi atau jagung, usaha tani bawang merah menjanjikan untung ratusan juta rupiah per hektar. Selain itu, waktunya singkat, kurang dari dua bulan. Meski keuntungan besar, risikonya besar mengingat usaha tani bawang merah memerlukan modal untuk biaya produksi hingga Rp 50 juta per hektar. Menurut Seger, pengepul bawang merah di Brebes, hujan yang terus terjadi membuat kesulitan pengeringan bawang. Selain itu, biaya tenaga kerja untuk pengeringan juga meningkat. Namun, mereka senang karena harga bawang kali ini cukup bagus. Harga 1 kilogram bawang kering dengan kualitas super Rp 8.000. Adapun di Jakarta bisa Rp 10.000. Kualitas lebih rendah Rp 6.000 per kg. Permintaan bawang saat ini lebih banyak dari luar pulau, seperti Palembang, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung. Bawang-bawang itu dibawa langsung menggunakan truk dan juga melalui kapal. (MAS)

Iklan

 

Followers