Kamis, 03 Juni 2010

Siasati Permintaan Bawang Merah dengan Menanam di Luar Musim

Masih teringat dalam benak kita beberapa waktu yang lalu petani bawang merah di beberapa sentra produksi terutama di Brebes membiarkan begitu saja tanamannya tidak dipanen, bahkan tidak sedikit dari mereka yang sengaja membuang dan menggilas hasil panenannya di jalan-jalan raya. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan rasa kecewa dan kejengkelan mereka atas anjloknya harga bawang merah di pasaran. Harga yang anjlok tersebut sangat tidak rasional karena bukan saja tidak menutup biaya produksi malah mengalami kerugian total. Padahal saat itu produksi bawang merah cukup berhasil. Teknologi budidaya yang tepat yang meliputi teknik penanaman yang tepat, pemupukan efisien serta pengendalian hama penyakit terpadu merupakan kunci keberhasilan usaha bawang merah di luar musim Keadaan ini sangat berbeda dengan setahun sebelumnya (saat-saat krisis moneter) dimana para petani bawang justru meraup keuntungan berlipat dengan naiknya harga di tingkat petani sampai Rp. 7.000,-/ kg. Tidak mengherankan bila saat itu ada beberapa petani yang menjuluki tahun krismon tersebut merupakan kepanjangan dari krisis montor, artinya saking besarnya keuntungan, sehingga hampir semua petani ingin membeli sepeda motor akibatnya dealer kehabisan stok motor maupun mobil. Meskipun bawang merah (Allium cepa) bukan sebagai komoditas paling utama , namun kini bawang merah telah mempunyai arti strategis karena mampu memberikan keuntungan dan kesejahteraan bagi petani, selain itu juga peran komoditas ini adalah sebagai bahan rempah/penyedap masakan. Seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya komoditas tersebut sebagai kebutuhan rempah sehari-hari, permintaan akan bawang merah pun semakin lama semakin tinggi. Berdasarkan hal itulah upaya pemenuhan permintaan bawang merah harus terus ditingkatkan. Mencermati keadaan fluktuasi harga yang terjadi merupakan imbas dari fluktuasi pasokan bawang merah di pasaran. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran dimana bila jumlah barang banyak, maka harga akan menurun dan sebaliknya bila stok barang berkurang atau sedikit harga akan naik. Keadaan seperti ini yang terkadang disa-lahgunakan oleh para spekulan yang akhirnya memberatkan kepada petani sebagai produsen maupun konsumen. Berdasarkan fluktuasi harga maupun fluktuasi pasokan yang terjadi pasaran, alangkah bijaksananya bila kita mampu memanfaatkan keadaan tersebut agar pasokan bawang merah bisa kontinyu sehingga tidak akan terjadi peningkatan maupun penurunan harga yang sangat drastis. Fluktuasi harga itu sendiri disebabkan oleh kurangnya kesi-nambungan produksi maupun pasokan bawang merah di pasaran. Akibatnya pasokan bawang merah hanya dapat terpenuhi pada saat-saat tertentu saja. Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan bawang merah dan salah satu cara diantaranya adalah dengan menanam di luar musim. Tekhnologi budidaya bawang merah di luar musim sebenarnya sudah dikenal di tingkat petani. Namun hingga saat ini penerapan di tingkat petani belum begitu meluas. Hal ini disebabkan penanaman bawang merah di luar musim mengandung banyak resiko diantaranya : kegagalan panen sebagai akibat musim yang tidak kondusif, maupun sistem pola tanam yang tidak umum. Resiko kegagalan panen disebabkan lingkungan yang kurang kondusif yang akan menyebabkan tingginya tekanan penyakit sehingga berakhir pada kualitas maupun kuantitas hasil panen. Musim tanam utama bawang merah adalah pada Musim Kemarau (Mei-Juni) dan akhir musim penghujan untuk lahan beririgasi tekhnis. Pada beberapa sentra produksi bawang merah seperti di Nganjuk, Brebes, maupun Probolinggo penanaman bawang merah dapat dialakukan sepanjang tahun. Dengan memperhatikan agroklimat pada bulan di luar musim tanam, tentu saja budidaya bawang merah mengharuskan kita untuk lebih intensif karena kurangnya daya dukung lingkungan bagi pertumbuhan tanaman bawang merah. Meskipun demikian, untuk menjamin keberhasilan budidaya penanaman bawang merah di luar musim itu sendiri harus memperhatikan beberapa kriteria antara lain : Pemilihan varietas, Pengelolaan tanah yang sesuai, pemupukan yang efisien, drainase yang baik, pengendalian hama penyakit yang efektif serta pemeliharaan tanaman yang intensif. Pemilihan atau Penggunaan Varietas yang Sesuai Varietas bawang merah yang dianjurkan seperti Bima Brebes, Medan, Maja, Cipanas, Keling, Kuning Gombong, dan Sumenep kini sudah jarang diusahakan oleh petani. Saat ini petani lebih banyak menanam varietasPhiliphine, sementara varietas Bauji banyak diusahakan petani pada musim penghujan di daerah Nganjuk dan Kediri. Untuk menjamin keberhasilan penanaman di luar musim harus memperhatikan varietas yang ditanam dan kedalaman selokan Hasil percobaan adaptasi varietas bawang merah di berbagai musim tanam di Probolinggo dan Buleleng menunjukkan bahwa varietas Philiphine sesuai untuk di tanam di musim kemarau karena mampu berproduksi tinggi walaupun kurang tahan terhadap hama Spodoptera exigua. Sedangkan varietas Bauji sesuai untuk di tanam di musim penghujan karena cukup tahan terhadap serangan penyakit yang disebabkan Altenaria porii serta mempunyai daun yang lebih tebal sehingga daun tidak mudah rusak bila terkena air hujan. Produksi umbi kering dari adaptasi tujuh varietas bawang merah yang diuji pada dua musim tanam dapat dilihat pada Tabel 1. Intensitas serangan Spodoptera exigua dan Altenaria porii yang rendah terdapat pada varietas Sumenep. Meskipun demikian, varietas ini kurang disukai konsumen karena berumur panjang yaitu lebih dari 80 hari dan umbinya kecil serta warnannya kurang cerah walaupun sebenarnya memiliki rasa paling enak dan tidak lembek bila digoreng. Varietas Philiphine dan varietas Bauji sudah umum ditanam oleh petani sehingga saran dalam penggunaan varietas tersebut baik di musim hujan maupun musim kemarau tidak banyak mendapat hambatan karena bibitnya tersedia di penangkar bibit bawang merah. halaman [ 1 ] [ 2 ]

0 komentar:

Posting Komentar

Iklan

 

Followers